Yvonne Rieger-Rompas

A journey in history with Ipong

Ke Manisa

Dipublikasikan: 04.02.2020

Manisa di Panreng tidak jauh dari Rappang, Sidenreng Rappang.
Sebelum pengumuman bahwa pemerintah Belanda menanggapi tuntutan beberapa janda di Sulawesi Selatan, cucu Lauseng menghubungi yayasan KUKB di Belanda dan menulis bahwa suami neneknya adalah salah satu janda korban tertembak di tahun 1947. Jika melihat tayangan televisi berkaitan perjuangan di Sulawesi Selatan seringkali neneknya menceritakan bagaimana beliau kehilangan suaminya. Janda Lauseng tinggal bersama cucu-cucunya karena ke tiga-tiga anaknya sudah meninggal. Ke cucu di Palu, ke keponakan di Palopo dan ke cucu di Jakarta. Janda Lauseng sangat disayangi cucu-cucunya, mereka silih berganti menjemput beliau untuk tinggal bersama cucu dan cicitnya.

Saya tidak bisa membaca dan menulis, tapi sering menunjukkan bahwa saya bisa membaca dengan membuka koran atau majalah. Seseorang pernah menegur karena surat kabar yang dipegang terbalik, cerita janda Lauseng saat jumpa pertama kali di Palu. Perempuan kelahiran 1928 penuh humor.

Kakaknya bernama Mangatta dan adik iparnya La Sakka ditangkap bersama Lauseng suaminya. Mereka bertiga adalah pedagang keliling yang menjual hasil sawah dan sering membantu pejuang. Di hutan para pejuang perlu makanan, kata janda Lauseng. Ada juga teman Lauseng selalu sama-sama, setelah Belanda kembali temannya menjadi anggota NICA.
Setelah di tangkap, janda Lauseng membawa makanan untuk suami dan keluarga nya di penjara Rappang. Pada hari terakhir, diperjalanan ke penjara membawa makanan, beliau bertemu orang-orang dari Rappang yang mengatakan bahwa orang-orang yang ditahan sudah ditembak di Lotang Salo.
Beliau kemudian hidup bersama orang tuanya untuk membesarkan anak-anak. Gaji veteran yang diterima sesudah Indonesia merdeka ditarik kembali pada tahun 1976.

Nama Lauseng, Lakke dikenal dengan nama Lasakka dan Mangatta tercantum di buku „11 Desember sebagai Hari Korban 40.000 Sulawesi Selatan“ (Natzir Said, 1979) sebagai korban yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di Maero. Di Maero di Jeneponto tidak ditemukan Taman Makam Pahlawan. Makam mereka berada di Mario, Sidenreng Rappang.
Janda Lauseng meninggal dunia pada 2018, sebelum tuntutan beliau tuntas.

Mangatta kakak janda Lauseng menikah kedua kalinya setelah istri pertama meninggal. Darasia anak dari istri pertama hidup bersama anak-anak Lauseng dan dibesarkan oleh janda Lauseng.

Anak Singkeru, anak La Cempe dan anak La Mallo mengatakan bahwa ayah mereka ditawan di penjara Rappang sebelum ditembak di Lotang Salo, tidak jauh dari penjara. Makamnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Mario dengan upacara.

Anak Singkeru ingin menuntut pemerintah Belanda. Beliau meninggal tahun 2016.

Bapak H. Panggala, veteran dari Sidrap pendamping perjalanan di Sidrap pada tahun 2010 mengatakan bahwa jasad korban penembakan yang dimakamkan di Lotang Salo telah dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan di Mario.