Yvonne Rieger-Rompas

A journey in history with Ipong

Ke Bulukumba

Dipublikasikan: 08.02.2020

Tentara Belanda mengadakan patroli mencari pendukung Merah Putih ke afdeling Bonthain di wilayah onderafdeling Bulukumba pada tahun 1947.
Pendataan dimulai 9 Desember tahun 2011. Di Balongsari, Rawamerta, Jawa Barat, sedang berjalan upacara peringatan mengenang korban peristiwa Rawagede yang ditayangkan di beberapa kanal televisi. Mewakili Pemerintah Belanda, Duta Besar Kerajaan Belanda di Indonesia, Bapak Tjeerd de Zwaan menyampaikan permohonan maaf.
Ibu Hartatiah, mantan Camat di Gantarang melihat siaran upacara tersebut dan menyambut kegiatan pendataan keluarga korban 1945-1949 di wilayah Bulukumba. Beliau adalah salah satu cucu Pahlawan Nasional dari Bulukumba, Sultan Dg. Raja yang dibuang oleh Belanda ke Sulawesi Utara.
Adanya buku Sejarah Perjuangan Pemuda dan rakyat Bulukumba dalam Revolusi kemerdekaan Indonesia di Bulukumba (1994) dengan daftar nama yang tewas dan kapasitas beliau, pendataan janda korban berjalan dengan baik.
Kendala datang dari beberapa pihak. Salah satu peserta upacara di Balongsari meminta agar kegiatan pendataan di Sulawesi Selatan dihentikan.
Dari kantor pusat Veteran di Makassar dikeluarkan surat untuk mendata keluarga korban di cabang masing-masing dan melarang keluarga korban menuntut hak mereka ke pemerintah Belanda.
Beberapa anak korban yang mengetahui bahwa yang didata hanya janda korban tersinggung. Mereka berpendapat bahwa terjadi ketidak adilan terhadap anak korban.

Dari cerita keluarga korban, penembakan terjadi dibanyak tempat. Mangamparang di Matekko, Gangking. Pekerjaanya sebagai petani, ditangkap, dibawa pergi dan dibunuh di desa lain.
Andi Mudung (petani) di desa Makbar, Bontomacina, dibawa ke desa Kalamasangi disana tewas. Janda Mudung mengetahui bahwa suaminya tewas ditembak dari orang yang datang meminta kain kafan untuk membungkus jenasah.
Bennu Hadjar, Ujung Bulu, ditembak dihadapan istrinya ketika sedang berada di sawah.
Mantan Mantri Cacar Paturusi dibawa ke Batu Karopa setelah sebelumnya di tawan di penjara Bulukumba

Moh Amin (82 Tahun), Nelayan di Matekko, Gangking dan Mandji. Bonto Macina, Gantarang menceritakan tentang penembakan yang dilakukan setelah sholat Jumat. Mereka tidak tahu pasti berapa banyak yang ditembak. Mungkin sekitar 108 orang. Sebelum ditembak mereka dijejer sekitar 9 atau 10 orang. Tempat penembakan di lapangan Ponre, Gantarang telah dibangun mesjid.
Sebelum penembakan surat selebaran disebar dengan pesawat agar laki-laki yang bersembunyi kembali ke tempat masing-masing
Menurut bapak Madia selebaran yang diedarkan agar masyarakat yang bersembunyi keluar dari tempat persembunyiannya ditulis dalam bahasa Bugis.

Bapak Ridwan ketua Legiun Veteran Bulukumba yang tadinya engan memberikan informasi ahirnya bersedia dan menceritakan bahwa beliau melihat sendiri ketika 3 tawanan ditembak. Menurut bapak Ridwan tawanan sebelumnya disiksa karena terlihat kepala mereka luka parah sehingga wajah mereka tidak dapat dikenali lagi.

September 2013 penyampaian permohonan maaf dan pemberian ganti rugi dari Pemerintah Belanda dilaksanakan di Jakarta dan di Makassar kepada janda Mangamparang, janda Massusungeng, janda Bennu Hajar, janda Pansiun, Janda Nurung, janda Mappijalang, janda Syamsuddin.
Pada tahun 2014 ganti rugi diberikan kepada janda Majide, janda Cicu, janda Lantara, janda Tola dan janda Buraera.