Yvonne Rieger-Rompas

A journey in history with Ipong

Ke Abbokongang

Dipublikasikan: 01.02.2020

Abbokongang letaknya tidak jauh dari jalan poros Pinrang ke Rappang, Sulawesi Selatan.
Di kiri dan kanan jalan terbentang permadani kuning emas. Sebentar lagi akan panen.
Kantor dan rumah pejabat pemerintahan berada diujung jalan poros Pinrang ke Rappang. Terlihat dari bangunan tua yang kokoh dengan design berbeda dari rumah adat Sulawesi Selatan
Ke Rappang dapat juga dicapai melalui bukit-bukit di Parepare.

Di Baranti, tentara Belanda mengadakan patroli mencari pejuang pendukung Merah Putih.
Di seberang pengairan desa Abbokongang terdapat banyak pohon dan semak-semak. Para pejuang melewati hutan ini untuk berkumpul di bukit-bukit di mana mereka menyiapkan strategi untuk menyerang Belanda.

Bapak Zain yang waktu itu sudah remaja dan beberapa saksi mata bercerita bahwa Tentara Belanda sering mengadakan patroli di Abbokongang. Ketika melakukan patroli memasuki desa pada tanggal 16 Januari 1947, hari perkawinan La Muhammad dengan seorang gadis Abbokongang, Imaromai.
Tidak dapat mengelak, IMaromai bersama La Cukke, ayahnya dan beberapa laki-laki penduduk desa yang menghadiri pernikahan kedua mempelai dibawa ke ujung kampung dekat hutan, diseberang pengairan, La Muhammad, pengantin laki-laki, lari ke hutan keketempat persembunyian.

Hari sudah gelap, ibu Aripah dan bapak Lagala berada di bawah rumah melihat IMaromai dan ayahnya menanggalkan pakaian. Dengan tangan diangkat mereka berdiri didekat api ungun. Aripah dan Lagala saat itu masih kanak-kanak,

Bapak Zain menceritakan bahwa Imam kampung yang menikahkan kedua mempelai, wakilnya, anak Iman, kepala kampung setempat dan 6 orang lainnya tidak dapat menunjukkan tempat persembunyian La Muhammad. Mereka ditembak malam itu.
Pemakaman jasad ditempat peristiwa kemudian dipindahkan secara simbolis ke Kulo. Desa Abbokongang menjadi bagian dari Kecamatan Kulo.

Setelah La Muhammad meninggal, La Tjindolo menikahi I Maromai tapi tidak lama. I Maromai meninggalkan Abbokongang dan tidak pernah kembali.

Seorang janda yang suaminya tewas ditembak malam itu menuntut pemerintah Belanda. Beliau mengatakan bahwa tuntutan itu untuk kebaikkan 3 anak-anaknya.
Beliau meninggal sebelum mengetahui bahwa Pemerintah Belanda memberikan ganti rugi.

Sesudah 68 tahun berlalu, anak Lakasse, anak La Rapa dan anak La Russeng korban penembakan Abbokongang mengetahui bahwa yayasan K.U.K.B. membantu keluarga korban menuntut hak mereka karena kehilangan ayah, ditembak tanpa alasan yang jelas. Karena Jangka Waktu sudah melampaui masa tuntutan yang wajar setelah mereka mengetahui bahwa mereka berhak menuntut, membuat tuntutan mereka ditolak pada akhir tahun 2017. Tidak ada pertimbangan bahwa 68 tahun mereka tidak pernah mengetahui hak mereka.